Tumpang Sari Budidaya Bawang Merah-Bawang Putih, Petani di Bandung Untung Besar
Tumpang Sari Budidaya Bawang Merah-Bawang Putih, Petani di Bandung Untung Besar
Pengembangan budidaya dengan sistem tumpang sari ini merupakan salah satu upaya peningkatan ketersediaan bawang merah dan bawang putih untuk mencukupi secara mandiri kebutuhan dalam negeri. suaratani - dok kementan
Salah satu upaya yang dilakukan yakni mendorong sistem budidaya tumpang sari antara bawang merah dan bawang putih seperti yang dilakukan petani di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
“Di daerah ini, bawang merah dan bawang putih ditanam dengan sistem tumpang sari seluas 500 hektare. Sementara potensi yang ada berkisar 1.000 hektare, sehingga masih ada 500 hektare lagi yang siap untuk ditanami,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Suwandi, dalam keterangan tertulisnya,
Sebelumnya, Suwandi meninjau budidaya tumpang sari bawang merah dan bawang putih di Desa Pakarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Dalam kunjungan itu, Suwandi menjelaskan, pengembangan budidaya dengan sistem tumpang sari merupakan salah satu upaya peningkatan ketersediaan bawang merah dan bawang putih untuk mencukupi secara mandiri kebutuhan dalam negeri.
“Sistem tumpang sari di lokasi ini benar-benar memberikan keuntungan yang cukup tinggi, bisa tiga kali tanam bawang merah dan dua kali bawang putih dalam setahun,” ucap Suwandj.
Dikatakannya, produksi bawang merah jenis batu hijau ini per hektarenya mencapai 12 ton, harga Rp 18.000 per kg dan biaya produksi Rp 12.000 per kg.
“Bisa untung Rp 6.000 per kg atau untung 72 juta per hektare. Dalam kondisi normal penghasilannya cukup tinggi,” jelasnya.
Ujang, petani muda yang membudidayakan bawang merah dan bawang putih dengan sistem tumpang sari menerangkan, budidaya tumpang sari yang dilakukannya yakni dengan menanam bawang merah dan bawang putih di satu lubang atau berdekatan.
Jarak tanam 5×15 cm. Dengan cuaca saat ini, produksi bawang merah mencapai 12 ton per hektare, dengan umur panen 70 hari. Biayanya mencapai Rp 70 juta sampai 80 juta per hektare dan harga jualnya ke Toko Tani Indonesia Rp 18.000 per kg.
“Kami selalu jual di Toko Tani Indonesia (TTI), harganya tidak pernah turun, kami selalu dapat harga yang menguntungkan. Bulan kemarin baru saja kami bawa untuk Bazar di Bogor sebanyak 6 ton. Kalau pasok ke Toko Tani Indonesia Center (TTIC) yang di Jakarta dari pertengahan April hingga saat ini hampir 45 ton,” ujarnya.
Untuk bawang putih, sambung Ujang, produksinya mencapai 16 ton per hektare. Bawang putihnya varietas Sembalun.
“Lahan di Cimenyan ini sangat subur sehingga dengan sistem tumpang sari bisa ditanami intensif bawang merah tiga kali setahun dan bawang putih dua kali setahun,” terangnya.
Dikatakannya, mereka menggunakan pupuk organik untuk mengurangi biaya produksi, sebagian menggunakan pestisida nabati.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Uung Gumilar, mengatakan potensi pengembangan bawang merah dan bawang putih sangat luas.
Selain di Cimenyan, lokasi lain yang dikembangkan bawang putih yakni Arjasari, Pangalengan, Pacet, Paseh, Ciwidei, Kartasari, Tanjungwangi.
“Kami optimis, kebutuhan bawang merah apalagi bawang putih dengan program Kementerian Pertanian saat ini, bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Para importir sudah banyak bekerja sama untuk bersama petani menanam bawang putih,” katanya.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Jumhana, menuturkan pemerintah Kabupaten Bandung mendorong penuh upaya pemerintah pusat agar swasembada bawang putih terwujud.
Untuk budidaya bawang merah, di Kabupaten Bandung ini, sudah banyak yang ditanami dan petaninya pun sudah terbiasa menanamnya.
“Sedangkan untuk pengembangan bawang putih dalam proses pemetaan lahan yang cocok ditanami. Tapi kami optimis di Kabupaten Bandung ini tersedia cukup luas lahan yang cocok untuk bawang putih,”
0 Response to "Tumpang Sari Budidaya Bawang Merah-Bawang Putih, Petani di Bandung Untung Besar"
Posting Komentar